Asus
Truong My Lan Divonis Mati, Pemberantasan Korupsi Vietnam Terlalu Kejam?

Kliksulut,- Truong My Lan, 67 tahun, terdakwa dalam salah satu skandal korupsi paling besar dalam sejarah Asia Tenggara divonis hukuman mati di Vietnam pekan lalu.

Lan sebelumnya didakwa telah melakukan penggelapan uang dari Saigon Joint Commercial Bank (SCB) sekitar $12,5 miliar (sekitar Rp202 triliun), atau setara dengan sekitar 3% PDB Vietnam tahun 2022. Dia juga dinyatakan bersalah karena secara ilegal memiliki mayoritas saham di bank tersebut, dan memberikan pinjaman yang mengakibatkan kerugian sebesar €25,2 miliar (setara dengan Rp434 triliun).

Pengadilan Kota Ho Chi Minh mengatakan, tindakan Lan "tidak hanya melanggar hak pengelolaan properti individual tetapi juga telah membawa [bank] ke dalam sebuah kendali khusus, serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan partai [Komunis yang berkuasa] dan negara." Jaksa sebelumnya menuntut Lan dihukum mati, dengan alasan bahwa Lan harus "dikucilkan dari masyarakat selamanya," demikian menurut laporan media-media lokal. Vonis mati bagai "pedang bermata dua"


Menurut Tuong Vu, profesor dan direktur Pusat Penelitian AS-Vietnam di Universitas Oregon, vonis mati terhadap Lan dapat dilihat sebagai sebuah pesan dari Partai Komunis yang berkuasa bahwa mereka "serius dalam memerangi korupsi," sekaligus peringatan kepada komunitas bisnis untuk tidak "terlalu serakah" karena mereka tidak akan bisa lolos dari penyelidikan otoritas hukum.

Namun, vonis mati terhadap Truong My Lan bagaikan "pedang bermata dua," kata seorang anggota senior komunitas bisnis Eropa di Vietnam, yang meminta tidak disebutkan namanya. "Di satu sisi, ini menunjukkan bahwa Vietnam serius dalam memberantas korupsi dan ini perlu disambut baik," katanya.

"Tapi, dari sudut pandang sentimen Eropa, hukuman mati bukanlah sesuatu yang bisa dimaafkan," tambahnya. Juru bicara Uni Eropa (UE) Peter Santo dalam wawancara dengan DW mengemukakan hal senada. "Brussels sangat menentang hukuman mati kapan saja dan dalam keadaan apa pun," katanya.

Menurut Santo, Vietnam telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik pada tahun 1982, yang secara tegas membatasi penerapan hukuman mati hanya pada "kejahatan paling serius", dan UE, kata dia, telah meminta Vietnam "untuk memberlakukan moratorium terhadap penerapan hukuman mati, dengan maksud untuk untuk menghapuskannya."

Menurut Le Hong Hiep, seorang peneliti senior di Program Studi Vietnam di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, ada kemungkinan bahwa pengadilan banding akan membatalkan hukuman mati terhadap Lan. Hiep mengatakan bahwa di masa lalu, pengadilan sengaja menjatuhkan hukuman mati untuk menekan terdakwa agar mau mengungkapkan lebih banyak informasi tentang kejahatan mereka, sehingga dapat membantu negara untuk memulihkan kerugian.

"Jika Lan bersikap lebih kooperatif, ada kemungkinan hukumannya dikurangi menjadi penjara seumur hidup," jelas Hiep. 
Meski begitu, Hiep berpendapat, Partai Komunis Vietnam harus bekerja keras menyeimbangkan pemberian grasi tersebut, tanpa menghilangkan efek jera yang mungkin akan ditimbulkan dari vonis mati terhadap Lan, jika nantinya dibatalkan.

"Prevalensi kepemilikan silang antara bank dan perusahaan swasta, serta praktik pinjaman pihak terkait oleh bank swasta, menimbulkan risiko signifikan terhadap sistem perbankan dan perekonomian secara keseluruhan," kata Hiep. "Pemerintah tampaknya bertekad untuk mencegah terjadinya skandal perbankan seperti SCB, dan hukuman mati Lan menjadi pesan kuat bagi pemilik bank bahwa mereka harus menghentikan praktik bisnis ilegal atau akan berhadapan dengan konsekuensi yang berat," tambahnya.(*)

 

Berita Lainnya

TInggalkan Komentar